Kamis, 15 Maret 2012

Sajak Anak Pingit


Oleh : Yuli Astari

Diantara bentangan episode kehidupan anak-anak pribumi
hanya aku yang masih bergetar membaca zaman
ya, mungkin hanya aku yang tak tahu denyut kota di luar sana

Aku gadis dibalik jeruji besi
yang terkungkung tunduk oleh sejuta adat-istiadat
dicipta roh pertama
perapian kuasa yang melahirkanku tiada binasa

karena aku tak mau berdosa biarlah aku berontak hanya dalam hati yang mengerang kepanasan
dari segala inginku tertimbun
aku tak kuasa meraih genggaman bumi

oh, adakah di sana yang mampu menurunkan bendera kuasa para penguasa yang mengikatku tak sampai hati

adakah di antara mereka tahu
pikiran dan hatiku kini mulai mengkarat
hanya bergetar di pusaran jeruji besi yang dicipta adat-istiadat roh pertama
bila nafasku hanyalah untuk mimpi-mimpi besar yang tak tak akan menetas merdeka
biarlah aku mati, ibu

kumohon, ijinkan aku terbang dengan sayapku
yang kian membengkak, ayah









Kepada Nanoq da Kansas


Oleh : Yuliastari

Kita memang bersama di kota ini
kutahu kau besar nama
pembesar para penimbun sajak
yang kujunjung dalam bersyair

Kau…
telah biarkan diriku tumbuh
dalam basuhan kasih sayang dan keteduhan kunikmati
dari bahasa jiwamu yang bersenandung
menjejaki sajak-sajakmu melambung di atas angin

Kau….
ah, aku tak mampu berucap atas segala yang kau beri
kesaktianmu mengajariku memanah sajak-sajak
sejati, kelembutan, dan ketegasan jiwamu mengiringi
penuh sudah kucatat dan dapat tempat di sini

Om Nanoq…
kuingin kau tahu
walau dengan kesederhanaanku ini
aku tak akan pernah pupus memunguti cahaya-cahayamu
yang berserakan
sebab itu, kandil jua bagi diriku
yang tengah meraba-raba hidup

Ijinkan aku berjalan di sisimu dulu layaknya anak-anak pecinta sastra lainnya
terima kasih








Jumat, 09 Maret 2012

Air Mata Kekasihku

Oleh : Ni Putu Yuli Astari

Air matamu, kekasihku
jatuh membasuh negeri kita yang kelabu

Kekasihku….
sebentar lagi air matamu dan air mataku
 tumpah ruah ke dalam cawan nan kaku :
cawan yang bosan menunggu tubuh kita yang terhempas biru waktu
berabad-abad tak bertemu lantaran takdir sang waktu

Puing-puing rinduku dan rindumu
kini mengendap jadi sayap-sayap kekupu
berterbangan di negeri kita yang kelabu
pun air mataku mengalir di garangnya sungai
merebak jadi samudera hening

Aku yang bebal menanti gerhanamu tak jua berujung
gerimis kian deras masih saja sibuk bermain
dalam istana air matamu

 ( Yuli Astari, Jembrana, 2006 )